MEDIASULTRA.CO.ID I UNAAHA – Dalam suasana penuh semangat dan guyonan khasnya yang menghangatkan, Bupati Konawe H. Yusran Akbar, S.T, menyampaikan pidato penuh makna saat menghadiri Panen Raya Kelengkeng New Cristal di Desa Lalombonda, Kecamatan Amonggedo, Rabu (10/9/2025).
Acara yang dihadiri, Sekda Konawe, Dr Ferdinand, sejumlah kepada OPD, Ketua Tim Penggerak PKK, Hj Hania, SPd, MPd Gr, tokoh masyarakat dan ratusan petani, ini bukan sekadar seremoni, tapi menjadi momentum transformasi ekonomi pertanian di Kabupaten Konawe.
Dengan gaya bicara blak-blakan dan penuh canda, Bupati Yusran membuka pidatonya dengan apresiasi tinggi kepada Kepala Desa Lalombonda, Budiarto, S.E, yang sejak 2017 menanam kelengkeng hanya sebagai hobi, namun kini menjadi pelopor agribisnis buah unggulan.
“Dulu dikatain tidak bakal berbuah, eh sekarang manis-manis. Ini bukti kalau petani kita punya hati, punya tekad, dan punya mimpi besar. Ini bukan sekadar panen, ini gerbang ekonomi baru untuk masyarakat” tegas Bupati disambut tepuk tangan meriah.
Ia menekankan bahwa Kelengkeng New Cristal bukan buah biasa. Di mata pasar, kelengkeng setara dengan apel. Ini buah elite. Kalau ke acara resmi provinsi atau kementerian, pasti ada kelengkeng. Dan menariknya, buah kelengkeng dibeli oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Ini peluang besar.
Bupati Yusran mengungkapkan strategi besar Pemkab Konawe yaitu “Kawasan Tematik Berbasis Potensi Desa.”
“Kita tidak bisa seperti Jawa yang satu desa satu komoditas. Di Konawe, kita buat kawasan tematik: satu kecamatan, satu komoditas unggulan. Amonggedo? Ya Kelengkeng! Plus durian, dan plus sapi,” ujar Yusran.
Ia meminta kepala desa se-Amonggedo untuk segera memberikan feedback ke dinas terkait. Soal tanaman apa yang cocok, lahan kosong berapa hektar, populasi ternak berapa ekor. Semua data itu akan jadi dasar program pemerintah.
“Jangan sampai bantuan kandang sapi diberikan ke yang bukan peternak. Jangan sampai lahan sawah baru ditolak karena masyarakat lebih suka sawit. Kita harus jujur, transparan, dan tepat sasaran,” terangnya.
Salah satu program andalan Koperasi Desa Merah Putih. Bupati ingin koperasi desa menjadi pemasok utama untuk program Makan Bergizi Gratis (BMG) yang akan menyasar 33 dapur di Konawe hingga Desember 2025.
“Kalkulasinya. Satu dapur butuh 4 ekor sapi per minggu. Kalau 33 dapur? Bisa 120 ekor per bulan! Bayangkan uang yang berputar di petani kita. Belum lagi kebutuhan buah, sayur, telur, ayam. Ini peluang emas,” ungkap Yusran.
Tantangan Air dan Infrastruktur: “Kita Harus Bangun Embung!”
Bupati tak menutupi tantangan utama pertanian Amonggedo: keterbatasan irigasi.
“Bendungan tahun 80-an sulit menyuplai air ke sini. Elevasinya beda, dikisaran 25-30 meter. Jadi kita bangun embung-embung kecil. Tahun ini kita dapat bantuan normalisasi saluran irigasi bersihkan lumpur, sedimen, rumput. Biar air bisa mengalir maksimal.” ujarnya.
Ia meminta Dinas PU, Dinas Pertanian, dan BPMD untuk segera turun tangan. “Jangan tidur harus kerja keras! Kalau perlu, rambut putih semua demi petani kita!” candanya sambil menunjuk kepala dinas yang hadir.
Program mendesak lainnya, Peternakan Sapi: “Gemukkan 3 Bulan, Untung Rp15 Juta!”
Bupati Yusran juga mengungkap peluang besar di sektor peternakan:
Beli sapi Rp8 juta, gemukkan 3 bulan, jual Rp11-12 juta. Untung Rp3-4 juta per ekor. Kalau beli 5 ekor? Untung Rp15-20 juta dalam 3 bulan! Ini bukan mimpi, ini nyata. Ia pun memerintahkan Dinas Peternakan untuk segera membuat program penggemukan sapi skala kecil, agar lebih banyak petani yang bisa ikut. Jangan kasih 20 ekor ke satu orang. Kecilkan, biar merata. Dokter hewan harus turun lapangan, bantu agar sapi bisa produksi optimal setahun.
Pesan Khusus untuk Kepala Desa dan Aparat: “Jangan Tidur, Data Harus Akurat!”
Dengan nada serius, Bupati meminta seluruh kepala desa dan aparat untuk identifikasi potensi desa secara akurat lahan kosong, jumlah petani, populasi ternak. Sosialisasikan program cetak sawah meski tren sawit tinggi, hitung untung-ruginya secara ekonomis. Bangun sinergi dengan penyuluh dan dinas jangan biarkan program gagal karena data salah.
“Kalau ada warga tolak cetak sawah, ya tidak apa-apa. Tapi jangan nanti minta lagi. Kita prioritaskan yang mau dulu. Dana APBN ini bukan uang saya, ini uang rakyat, untuk rakyat,” umbarnya.
“Konawe Harus Jadi Pusat Wisata Petik Kelengkeng!”
Di penghujung pidatonya, Bupati Yusran kembali menegaskan visinya:
“Saya ingin Konawe dikenal bukan hanya karena sawit, tapi karena wisata petik kelengkeng. Seperti Malang punya apel, kita punya kelengkeng. Bapak Budiarto sudah buktikan. Sekarang giliran kita semua petani, kepala desa, dinas, koperasi untuk membesarkan ini bersama,” pintanya.
“Mari kita bangun Konawe dari desa. Karena kekuatan kita ada di bawah. Ekonomi rakyat adalah kekuatan sejati. Jangan biarkan uang BMG lari ke luar daerah. Mari kita rebut peluang ini untuk petani, untuk anak-anak kita, untuk masa depan Konawe yang berdaulat pangan dan sejahtera,” ajak Yusran.
Sebelumnya, Laporan Camat Amonggedo: Daerah Multikultural dengan Potensi Pertanian Tinggi
Kecamatan Amonggedo merupakan salah satu kecamatan strategis di Kabupaten Konawe dengan luas wilayah mencapai 12.375 hektare dan populasi penduduk sekitar 11.302 jiwa. Wilayah ini terdiri dari 14 desa dan 1 kelurahan, dihuni oleh 8 suku etnis, yaitu Tolaki, Jawa, Bali, Sunda, Lombok, Bugis, Makassar, dan Selayar. Keberagaman budaya dan agama termasuk Islam, Hindu, dan Kristiani tidak mengurangi rasa persatuan dalam membangun daerah yang berdaya saing, sejahtera, adil, dan berkelanjutan.
Dalam laporan resminya, Camat Megahwati menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat Amonggedo adalah petani. Di samping menanam padi dan kelapa sawit, warga juga aktif memanfaatkan lahan kosong dan halaman rumah untuk menanam buah-buahan seperti mangga, durian, rambutan, langsat, dan khususnya kelengkeng, yang telah menjadi simbol baru ketahanan pangan desa.
Kelengkeng New Cristal: Pelopor Agribisnis Lokal
Desa Lalombonda menjadi pelopor tanaman kelengkeng di Amonggedo, dipimpin oleh Kepala Desa Budiarto, SE., yang sejak tahun 2017 mulai menanam 3 pohon kelengkeng sebagai hobi. Namun, setelah mempelajari teknik budidaya lebih lanjut, ia mengembangkan usaha ini hingga mencapai skala besar. Pada tahun 2021, tanaman kelengkeng di Desa Lalombonda mulai berkembang pesat, bahkan sempat menjadi narasumber di TVRI Kendari tentang Pembudidayaan Tanaman Kelengkeng.
Saat ini, jumlah pohon kelengkeng di enam desa prioritas Lalombonda, Wawohine, Mataiwoi, Watulawu, Amendete, dan Puasana mencapai sekitar 8.000 pohon, didanai melalui Program Dana Desa.
Kelengkeng varietas New Cristal menjadi unggulan karena memiliki kualitas tinggi, bisa berbuah hingga tiga kali dalam dua tahun (8–9 bulan), dengan produksi optimal mencapai 70 kg per pohon. Harga jual di pasar bervariasi antara Rp30.000 hingga Rp75.000 per kilogram, tergantung kualitas dan keindahan buah.
Untuk meningkatkan nilai tambah, panen kelengkeng tidak hanya ditujukan untuk penjualan langsung kepada pedagang, tetapi juga dikemas sebagai Wisata Petik Kelengkeng. Inisiatif ini diharapkan dapat meniru model sukses “Wisata Petik Apel” di Kota Malang, Jawa Timur.
Camat Megahwati mengungkapkan bahwa hasil panen kelengkeng nantinya akan dikerjasamakan dengan Koperasi Merah Putih untuk dijadikan bahan makanan bergizi dalam program Bantuan Makanan Bergizi (BMG), mendukung kesejahteraan masyarakat, khususnya anak-anak dan ibu hamil.
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Meski demikian, tantangan masih ada. Kondisi irigasi di Amonggedo masih belum optimal. Dari total potensi 11 daerah irigasi seluas 1.838,94 Ha, hanya 1.134,92 Ha yang fungsional, dengan dominasi tanaman padi (1.085,92 Ha) dan jagung (49 Ha). Air di wilayah ini masih berada di bawah rata-rata, sehingga diperlukan peningkatan jaringan irigasi dan pengerukan lumpur di Waduk Bendung untuk menjamin keberlanjutan pertanian.
Selain itu, petani masih menghadapi kendala akses alat olah tanah seperti hand traktor atau roda dua, serta masalah alih fungsi lahan sawah menjadi kebun sawit. Namun, dengan dukungan pemerintah dan inisiatif masyarakat, potensi pertanian Amonggedo tetap terbuka lebar.
Panen Raya Kelengkeng New Cristal bukan sekadar perayaan panen, melainkan simbol transformasi pertanian modern di Konawe. Dari seorang petani biasa, Budiarto berhasil membawa kelengkeng menjadi komoditas unggulan yang menjanjikan. Dengan dukungan pemerintah dan kolaborasi lintas sektor, Amonggedo sedang menuju era baru: pertanian berkelanjutan, ekonomi berbasis pertanian, dan pariwisata agraris.
“Kami berharap, ke depan, Kabupaten Konawe bisa dikenal tidak hanya karena sawit, tapi juga karena wisata petik kelengkeng,” ujar Camat Megahwati dalam pidatonya, disambut tepuk tangan hangat dari hadirin.
Acara ditutup dengan pemotongan buah kelengkeng pertama oleh Bupati Yusran, diiringi doa dan tawa hangat seluruh hadirin. Tak lupa, ia mengingatkan semua pihak.
“Jangan lupa kirim data ke BPMD. Dan jangan lupa ajak saya kalau panen lagi tahun depan,” pungkasnya. (JM).